ANALISIS YURIDIS SISTEM KEADILAN PEMILU SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAKAMAH KONSTITUSI NOMOR 85/PUU-XX/2022
Abstract
Sebagai kontestasi memperebutkan kepercayaan rakyat, sebuah pemilu akan sah dan memeroleh legitimasi bila mana ia dilaksanakan secara adil. Pemilu yang adil merupakan salah satu mandat konstitusional yang secara tegas dimuat dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi tidak memberi panduan lebih jauh ihwal bagaimana sesungguhnya pemilu yang adil. Oleh karenanya, menelurusi landasan filosofis keadilan pemilu menjadi amat penting guna merumuskan ukuran adil atau tidaknya pemilu. Untuk selanjutnya, ukuran itulah yang akan diacu dalam merumuskan aturan maupun teknis penyelenggaraan pemilu. Keadilan pemilu setidaknya dapat dilihat dari dua aspek penting, yaitu terkait prosedur pelaksanaan Pemilu dan mekanisme penyelesaian pelanggaran Pemilu. Pelanggaran Pemilu dipahami sebagai tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu. Masalah pokok yang ada dalam penelitian ini adalah gambaran pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus Perkara Nomor 85/PUU-XX/2022 Tentang Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130. Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menemukan aturan-aturan hukum terkait, prinsip-prinsip hukum yang berlaku, serta doktrin-doktrin yang relevan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Dalam penelitian ini juga menerapkan studi dokumen (library research) dengan melakukan penelitian kepustakaan, yaitu dengan memahami dan menelaah bahan yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak undang-undang tersebut karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Sehingga proses penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah tidak dilakukan oleh suatu lembaga peradilan khusus melainkan dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan adanya putusan ini pemilihan umum di Indonesia dapat diselenggarakan dengan sistem pemilihan umum yang ideal.
Collections
- Ilmu Hukum [1669]