dc.description.abstract | Perdagangan orang merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara melalui ancaman, pemaksaan, penipuan, dan peyalahgunaan kekuasaan dengan tujuan kekerasan, kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa. Dalam kasus perdagangan orang, restitusi atau ganti rugi terhadap korban merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga, yang artinya bahwa ketika seorang melakukan pidana bisa dijatuhi hukuman ganti rugi terhadap korban yang melakukan tindak pidana perdagangan orang dengan tujuan untuk memulihkan kerugian yang dialami akibat kehilangan kebebasan dan hak-hak asasi mereka. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penjatuhan sanksi resitusi terhadap pelaku perdagangan orang dalam hukum positif dan bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi restitusi terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai bentuk upaya memulihkan hak korban (Studi Putusan Nomor
341/Pid.Sus/2021/PN Idm).
Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan mengkaji data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, dan buku hukum terkait. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan kasus, undang- undang, dan konseptual. Sumber data terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder, yang diperoleh melalui studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Studi Putusan Nomor
341/Pid.Sus/2021/PN Idm, dapat disimpulkan bahwa Pengaturan hukum positif mengenai penjatuhan restitusi terhadap pelaku perdagangan orang haruslah kuat dan tepat, agar hak-hak korban tindak pidana dapat dipulihkan. Upaya paksa seperti tidak memberikan remisi dan pembebasan bersyarat perlu diterapkan untuk mendorong pelaku kejahatan membayar restitusi sesuai putusan pengadilan. Sedangkan dasar pertimbangan hakim didasarkan pada keterangan saksi dan barang bukti secara yuridis dan secara non-yuridis didasarkan pada kondisi terdakwa dan pekerjaan terdakwa. | en_US |