Show simple item record

dc.contributor.authorSIANTURI, DAMSES
dc.date.accessioned2023-11-21T04:56:33Z
dc.date.available2023-11-21T04:56:33Z
dc.date.issued2023-11-21
dc.identifier.urihttps://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/9305
dc.description.abstractPemberhentian kepala daerah dapat terjadi 2 (dua) oportunitas. Pertama, ‘objektif’ dalam menyelidiki pelanggaran sumpah/janji jabatan yang dilakukan kepala daerah. Atau kedua, ‘subjektif’ dalam menggunakan kewenangannya yaitu mencari celah untuk memberhentikan kepala daerah atas landasan sentimentil. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji tentang pemberhentian kepala daerah dalam masa jabatannya dan mengkaji lembaga-lembaga yang berwenang melaksanakan mekanisme pemberhentian kepala daerah dan juga permasalahan dalam pemberhentian kepala daerah termasuk mengkaji Putusan terkait proses pemberhentian kepala daerah. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif yang diambil dari data kewahyuan dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian: Pertama, alasan pemberhentian kepala daerah diatur dalam Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), alasan pemberhentian itu belum ada batasan dan tolak ukur. Kedua, ada beberapa masalah yang muncul dalam mekanisme pemberhentian kepala daerah yaitu kepala daerah dipilih secara langsung namun pemberhentiannya secara tidak langsung (perwakilan) melalui DPRD sehingga tidak sejalan dengan demokrasi, kemudian otonomi daerah tidak dilaksanakan dengan leluasa sebab masih ada peran pemerintah pusat dan juga belum adanya lembaga yudikatif di daerah yang khusus untuk pemberhentian kepala daerah. Ketiga, penerapan pemberhentian kepala daerah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 01/P/KHS/2014 terdapat beberapa kejanggalan bahwa sebenarnya boleh mengutus perwakilan pada rapat DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) PP TATIB DPRD. Kemudian, komparatif undang-undang, berubahnya frasa dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Pasal 78 ayat (2) huruf c UUPD karena tidak lagi mengatur mengenai pelanggaran sumpah/janji yang dilakukan oleh kepala daerah dengan wakil kepala daerah. Bahwa UUPD 32/2004 belum mengatur secara tegas apabila kepala daerah tergabung dalam yayasan, sedangkan UUPD Terbaru hanya memberi sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan. Dan juga putusan yang hanya menyatakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan saja dan tidak ada alasan mengenai pelanggaran etika serta keterangan saksi Eka Jaya Sitepu dan saksi Raja Edward Sebayang tidak dipertimbangkan.en_US
dc.subjectAlasan;en_US
dc.subjectMekanisme;en_US
dc.subjectPemberhentian.en_US
dc.titlePEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DALAM MASA JABATANNYAen_US
dc.title.alternative(Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 01/P/KHS/2014)en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record