dc.description.abstract | Pada penulisan Skripsi ini penulis mengangkat permasalahan terkait akibat hukum pihak pemborong yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian pemborongan Studi Putusan Nomor 380/Pdt.G/2021/PN Dps. Sehingga penulis merumuskan masalah, yaitu akibat hukum terhadap pihak pemborong yang melakukan wanprestasi atas perjanjian pemborongan dan analisis pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam memutus perkara perdata nomor 380/Pdt.G/2021/PN Dps apakah sesuai dengan ketentuan perjanjian pemborongan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif (penelitian kepustakaan). Penelitian normatif merupakan penelitian yang ditujukan dan dilakukan dengan menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berkaitan dengan penulisan ini. Pendekatan dalam menulis penelitian ini, yaitu: pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, yaitu: Studi Kepustakaaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari teori-teori dan konsep-konsep, dengan tujuan mencari landasan teoritis, agar supaya penelitian yang dilakukan mempunyai dasar yang kokoh.
Akibat hukum terhadap pihak pemborong yang melakukan wanprestasi atas pemborongan pekerjaan, yaitu timbulnya kerugian yang diderita pihak yang memborongkan, sehingga pihak pemborong diwajibkan harus membayar ganti kerugian yang diderita pihak yang memborongkan sesuai Pasal 1243 KUH Perdata. Pertimbangan Majelis hakim dalam putusan nomor 380/Pdt.G/2021/PN Dps, menyatakan pihak pemborong melakukan wanprestasi,sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Didalam perjanjian pemborongan itikad baik antara pihak pemborong dan pihak yang memborongkan melaksanakan hak dan kewajiban adalah dasar paling utama dalam perjanjian. Pihak pemborong haruslah menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan perjanjian dan pihak yang memborongkan harus membayar sejumlah harga yang disepakati. Jika terjadi wanprestasi di dalam perjanjian pemborongan, sebelum menempuh jalur pengadilan, kiranya pihak pemborong dan pihak yang memborongkan dapat menyelesaikan secara musyawarah mufakat guna memulihkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. | en_US |