dc.description.abstract | Periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo tak lepas dari berbagai isu yang ramai menjadi perdebatan di masyarakat. Di samping pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir, terdapat wacana penundaan pemilihan umum yang dimainkan oleh berbagai elite politik, dari unsur pemerintahan, partai politik, dan masyarakat pendukung isu tersebut. Wacana tersebut semakin besar dan menimbulkan demonstrasi dan perlawanan dari masyarakat. Situasi politik yang kian memanas memberi dampak terhadap stabilitas sebuah negara. Risiko dari negara demokrasi yang memberi kebebasan untuk berekspresi menimbulkan turbulensi politik yang dapat menurunkan nilai-nilai supremasi konstitusi dan demokrasi. Penelitian ini membahas tentang pengaturan penundaan pemilihan umum di Indonesia dan implikasi realisasi wacana penundaan pemilu terhadap supremasi konstitusi dan demokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, dengan melakukan pengumpulan data melalui studi kepustakaan terhadap data sekunder berupa bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum, sekunder berupa jurnal dan buku yang membahas mengenai pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia, dan tersier dari artikel pada laman internet. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa konstitusi tidak mengatur maupun menghendaki penundaan pemilihan umum. Namun untuk menyiasati wacana tersebut, terdapat mekanisme pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang berimplikasi terjadinya ketidaksesuaian periodisasi jabatan pejabat negara yang dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan menjadi manifestasi kontraindikasi terhadap supremasi konstitusi. Opsi kedua yaitu melakukan amandemen konstitusi yang dapat memberikan ancaman terhadap keberlangsungan prinsip pemilu berkala sebagai bagian daripada bentuk supremasi demokrasi | en_US |