Show simple item record

dc.contributor.authorELBER, ICHA CINTIKA
dc.date.accessioned2022-11-08T06:43:08Z
dc.date.available2022-11-08T06:43:08Z
dc.date.issued2022-11-08
dc.identifier.urihttp://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/7531
dc.description.abstractPerkawinan siri menurut hukum Islam adalah perkawinan yang sah karena telah memenuhi syarat dan rukun perkawinan walaupun tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, perkawinan siri merupakan perkawinan yang tidak sah, karena perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (2) yang menyebutkan “Tiap-tiap perkawinan harus dicatat sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan anak dari perkawinan siri dan akibat hukumnya menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Adapun permasalahan dalam skripsi ini yaitu bagaimana kedudukan anak yang dilahirkan dari perkawinan siri menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan serta apakah akibat hukum terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan siri tersebut. Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu penelitian kepustakaan dengan metode pendekatan yuridis normative, selanjutnya dilakukan kajian terhadap gejala hukum dan dianalisis. Berdasarkan hasil analisa dipahami bahwa kedudukan anak yang dilahirkan dari perkawinan siri menurut hukum Islam adalah anak sah karena perkawinan orang tuanya telah memenuhi syarat dan rukun perkawinan, sehingga anak yang dilahirkan mempunyai hubungan nasab dengan ayahnya, mempunyai hak pemeliharaan, pendidikan, hak wali dan hak waris mewarisi dari ayah kandungnya. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, kedudukan anak yang dilahirkan merupakan anak luar kawin, sehingga hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Perbedaan tentang kedudukan dan akibat hukum terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan siri antara hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah berakhir dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU- VIII/2010. Putusan ini telah merubah ketentuan Pasal 43 ayat (1) UndangUndang Nomor 16 Tahun 2019 yang sebelumnya berbunyi: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Menjadi “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-lakisebagai ayah i biologisnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.en_US
dc.subjectPerkawinan Siri,en_US
dc.subjectKedudukan Hukum Anak,en_US
dc.subjectAkibat Hukumen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ANAK DARI PERKAWINAN SIRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAMen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record