dc.description.abstract | Proses pembentukan Dewan Perwakilan Daerah awalnya adalah untuk merubah struktur parlemen menjadi dua kamar yang terdiri dari DPR dan DPD. Dengan diterapkan sistem ini diharapkan dapat merepresentasikan kepentingan seluruh rakyat, dari kepentingan yang hanya bersifat daerah sampai yang sifatnya umum. Kelahiran DPD ditandai melalui amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang disahkan pada 10 Agustus 2002. Perubahan ini terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) yang bunyinya: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”..
DPD sebagai lembaga perwakilan daerah di pusat, tentunya diharapkan mampu mempertahankan kepentingan daerah yang diwakilinya. Namun dalam proses memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerah harus sesuai dengan konstitusi yang ada.
DPD tidak dapat memperjuangkan kepentingan daerah dan sebagai lembaga bergaining terdapat kemungkinan pertimbangan DPD yang tidak dilanjuti oleh DPR. Apalagi rancangan undang-undang yang tidak sesuai dengan kepentingan daerah tidak dapat dibatalkan oleh DPD dengan menggunakan hak veto, Sebagaimana dipraktikkan dalam sistem perwakilan bikameral. Hal inilah yang mengakibatkan DPD tidak memiliki kekuasaan sama sekali dalam sistem ketatanegaraan saat ini, yang membuat kedudukan DPD sangat lemah bahkan hanya sebagai lembaga yang hanya memberikan pertimbangan kepada DPR. | en_US |