TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEPEMILIKAN TANAH PERSAWAHAN BERSTATUS ABSENTEE/GUNTAI DIAKIBATKAN PEWARISAN

Abstract

Tanah persawahan merupakan salah satu objek penting dari program landreform atau reforma agraria. Salah satu program pokok dari landreform itu sendiri ialah larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai dan akan dilakukannya redistribusi hak atas tanah-tanah yang terkena larangan tersebut. Tanah persawahan berstatus absentee/guntai merupakan tanah yang terletak di luar kecamatan tempat tinggal pemiliknya yang mengakibatkan terlantarnya tanah tersebut. Bahkan bila mana peralihan kepemilikan tanah persawahan tersebut diakibatan pewarisan. Kepemilikan tanah persawahan berstatus absentee/guntai sendiri bertentangan dengan asas lahan pertanian harus dikerjakan sendiri secara aktif oleh pemiliknya yang mana dimuat dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam Pasal 10 UUPA yang menyatakan bahwa “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan”. Selanjutnya pelarangan kepemilikan tanah persawahan berstatus absentee/guntai ditegaskan dalam peraturan pelaksanaan dari UUPA yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian dan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.