dc.description.abstract | Perbuatan Prajurit TNI AD yang melakukan hubungan seksual sesama jenis/homoseksual dapat merusak citra TNI dan berpengaruh pada prajurit lain di kesatuan karena bertentangan dengan norma/aturan kedinasan, aturan agama serta norma kesusilaan, oleh karenanya pelaku dipandang tidak lagi layak dan pantas untuk dipertahankan dalam dinas Prajurit TNI AD karena hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 103 ayat (1) KUHPM. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana dasar pertimbangan majelis hakim antara Putusan Nomor 115- K/PM.I-02/AD/III/2020 dengan Putusan Nomor 96-K/MIL/2020 sehingga terjadinya perbedaan putusan terhadap anggota TNI AD yang terbukti melakukan hubungan seksual sesama jenis/homoseksual. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya perbedaan putusan antara Putusan Nomor 115-K/PM.I-02/AD/III/2020 dengan Putusan Nomor 96-K/MIL/2020.
Metode Penelitian Hukum yang digunakan merupakan metode yuridis normatif, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara studi kepustakaan. Metode Pendekatan Perundang-undangan (statute approach). Metode pendekatan kasus dilakukan dengan cara melaksanakan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Adapun kasus yang dianalisis oleh peneliti adalah Putusan Nomor 115-K/PM.I-02/AD/III/2020 dan Putusan Nomor 96-K/MIL/2020 tentang melakukan hubungan seksual sesama jenis/homoseksual dan Metode pendekatan Konseptual (conceptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Studi Putusan Pengadilan Militer I-02 Medan Nomor 115-K/PM.I-02/AD/III/2020 yang menyatakan terdakwa tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama “Ketidaktaatan yang disengaja” atau Kedua “Dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan”, Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan Oditur Militer, Memerintahkan supaya perkara terdakwa dikembalikan kepada Perwira Penyerah Perkara untuk diselesaikan menurut saluran Hukum Disiplin Prajurit dan Membebankan biaya perkara kepada Negara, terdapat perbedaan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 96-K/MIL/2020 yang menyatakan terdakwa tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas”, menjatuhkan pidana berupa Pidana Pokok Penjara selama 8 (delapan) bulan dan Pidana Tambahan Dipecat dari
i
dinas militer TNI AD serta membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).
Terjadinya perbedaan putusan hakim dalam perkara ini disebabkan belum adanya perundang-undangan di Indonesia yang melarang melakukan hubungan seksual sesama jenis/homoseksual dengan orang yang sudah sama-sama dewasa. Di lingkungan TNI AD terdapat adanya larangan melakukan hubungan seksual sesama jenis yaitu Surat Telegram KASAD Nomor 1313/2009 tanggal 4 Agustus 2009, namun di dalam Surat Telegram tersebut tidak terdapat adanya ancaman pidana atau sanksi bagi prajurit TNI AD yang melanggarnya.
Adanya perbedaan dasar pertimbangan Majelis Hakim pada Pengadilan Militer I-02 Medan dengan Mahkamah Agung terkait pemahaman Surat Telegram KASAD Nomor 1313/2009 tanggal 4 Agustus 2009 sebagai bentuk perintah dinas kepada Terdakwa terkait Pasal 103 Ayat (1) KUHPM, merupakan salah satu penyebab terjadinya perbedaan putusan, demikian juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menjamin hakim bersifat bebas atau independen dalam memberikan putusan tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. | en_US |