Show simple item record

dc.contributor.authorBAWAMENEWI, ABDULLAH ALMEER S.
dc.date.accessioned2022-01-27T04:36:23Z
dc.date.available2022-01-27T04:36:23Z
dc.date.issued2022-01-27
dc.identifier.urihttp://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/6341
dc.description.abstractBerdasarkan pada Pasal 7 A Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen, Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan ini juga membawa implikasi pada Kepala Daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah yaitu dapat diberhentikan dalam masa jabatannya. Pada prinsipnya pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dapat dilakukan pada masa jabatannya dan pada akhir masa jabatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah proses mekanisme pemberhentian Kepala Daerah berdasarkan konstitusi di Indonesia ? Faktor-faktor apa saja yang membuat Kepala Daerah diberhentikan dari jabatannya ? Tujuan penelitian untuk mengetahui Untuk mengetahui bagaimanakah proses pemberhentian kepala daerah berdasarkan konstitusi di Indonesia dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat Kepala Daerah diberhentikan dari jabatannya. Metode dalam penulisan skripsi menggunakan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif atau penelitian hukum kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum yang menggunakan bahan-bahan kepustakaan sering kali hukum di konsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum di konsepkan sebagai kaidah atau norma yang meruakan patokan berperilaku yang dianggap pantas. Maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa pemberhentian Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah dimulai dari Undang-undang Nomor 5 tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan terakhir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Peraturaan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah hampir memiliki kesearagam, yaitu pengusualan pemberhentian Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden. Usulan ini didapat dari serangkaian proses pengawasan. Dalam hal pimpinan DPRD tidak dapat melakukan tugas tersebut, maka usul dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Nuansa politik di setiap masa terbit undang-undang tersebut di atas membuat pengaruh terhadap fleksibilitas cita hukum untuk membuat daerah otonom yang mandiri. Pemberhentian Kepala Daerah harus melalui Konstitusi, karena konstitusi merupakan hasil kesepakatan (konsensus) bersama warga negara.en_US
dc.subjectPemberhentian,en_US
dc.subjectKepala daerah,en_US
dc.subjectKonstitusien_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH MENURUT KONSTITUSI INDONESIAen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record