Show simple item record

dc.contributor.authorBatubara, Epiphania Ruth Chanaya
dc.date.accessioned2019-12-10T04:09:41Z
dc.date.available2019-12-10T04:09:41Z
dc.date.issued2019-09-20
dc.identifier.urihttp://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/3578
dc.description.abstractSalah satu fenomena yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat adalah tindak pidana penyediaan usaha tenaga listrik tanpa izin operasi, baik yang dilakukan oleh orang perorangan maupun badan hukum yang notabene dijalankan oleh perseorangan atau organisasi tertentu. Dalam hal terjadinya penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya, maka yang paling bertanggungjawab atas tindak pidana tersebut adalah pimpinan perusahaan tersebut. Setiap pelaku usaha harus bertanggungjawab terhadap jalannya perusahaan yang dipimpinnya, termasuk dalam hal terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan sebagai sebuah korporasi yang juga merupakan subjek dalam hukum. Dengan demikian yang dapat mewakili sebuah perusahaan dalam perbuatan hukum tertentu adalah oknum-oknum yang menjalankan perusahaan tersebut, yang dalam hal ini adalah pimpinan perusahaan. Penelitian ini mengangkat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana pimpinan perusahaan yang melakukan penyediaan usaha tenaga listrik tanpa izin operasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganilisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hukum melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian itu didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif kualitatif. Undang-undang Ketenagalistrikan mengatur penyediaan usaha tenaga listrik tanpa izin operasi sebagai tindakan menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya. Hal ini secara jelas dapat dilihat pada keetntuan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009. Undang-undang Ketenagalistrikan tidak menyebutkan secara jelas adanya pertanggungjawaban dari perseorangan maupun korporasi dalam ketentuan pidananya. Penerapan di lapangan bergantung dari interpretasi hakim untuk menilai siapa yang harus bertanggungjawab dalam hal terjadinya tindak pidana penyediaan usaha tenaga listrik tanpa izin operasi, baik yang dilakukan perseorangan, terlebih-lebih yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau korporasi.en_US
dc.subjectPertanggungjawaban pidana penyediaan usaha tenaga listrik tanpa izin operasien_US
dc.titlePERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PERSEROAN TERBATAS YANG MELAKUKAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK TANPA IZIN OPERASIen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record