dc.description.abstract | Salah satu cara untuk mencapai kebenaran materiil dalam setiap kasus pidana adalah dengan mengoptimalkan penggunaan alat bukti. Salah satu tindak pidana yang sulit dibuktikan adalah penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang. Pembuktian dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa bisa dilakukan, salah satunya dengan Visum et Repertum. Visum et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh ahli kedokteran forensik, yang dapat digunakan sebagai bukti dokumentasi dan keterangan ahli. Hukum yang mengatur Visum et Repertum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Visum et Repertum berguna dalam mengungkap tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian karena dapat menjadi alat bukti untuk menentukan faktor penyebab dan kausalitas tindak pidana. Penggunaan Visum et Repertum dapat menjadi dasar kebijakan hukum pidana untuk melindungi hak-hak korban.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami kegunaan Visum et Repertum dalam kasus tindak pidana, terutama dalam memberikan perlindungan bagi korban. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif atau penelitian doktrinal, yang bersumber dari data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder. Pengaturan Visum et Repertum tertuang dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan bahwa dalam penyelidikan perkara pidana terkait korban luka, keracunan, atau mati yang diduga karena tindak pidana, penyidik berwenang meminta keterangan ahli kedokteran forensik, dokter, atau ahli lainnya.
Selain berfungsi sebagai alat bukti, Visum et Repertum juga dapat digunakan untuk menentukan penyebab kematian seseorang akibat penganiayaan dan mengaitkan tindakan pidana dengan kematian korban. Visum et Repertum juga dapat mendukung kebijakan hukum pidana yang memberikan perlindungan hukum bagi korban, melalui kebijakan penal dengan menghukum terdakwa dan non-penal dengan memberikan kompensasi finansial atau ganti rugi kepada korban. | en_US |