Show simple item record

dc.contributor.authorSIPAYUNG, JESICA IRA PUTRI
dc.date.accessioned2022-10-27T05:01:48Z
dc.date.available2022-10-27T05:01:48Z
dc.date.issued2022-10-27
dc.identifier.urihttp://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/7311
dc.description.abstractPutusan demikian dihasilkan meski telah diketahui bahwa original intent Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 memang menentukan agar pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah “bersama-sama atau serentak”. Mahkamah Konstitusi kala itu menyadari, metode penafsiran original intent bukanlah segala-galanya. Metode tersebut memang berupaya mencari tahu makna historis dalam perumusan norma peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, selain metode tersebut masih banyak lagi metode yang dapat digunakan untuk memaknai suatu peraturan perundangundangan terutama dalam usaha menemukan hukum (rechtsvinding). Dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 yang merupakan pengujian terhadap Pasal 3 ayat (95), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Pesiden dan Wakil Presiden, seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, beberapa Pasal tersebut mengatur ketentuan pemilu anggota legislatif dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan terpisah. Namun berdasar putusan Mahkamah Konstitusi ketentuan pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.en_US
dc.subjectImplikasi Putusan,en_US
dc.subjectMahkamah Konstitusi,en_US
dc.subjectTerhadap Pemilihan Serentak di Indonesiaen_US
dc.titleIMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI /2013 TERHADAP PEMILIHAN SERENTAK DI INDONESIAen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record