Show simple item record

dc.contributor.authorNANDA, ANDRE WIRA
dc.date.accessioned2024-01-23T04:25:06Z
dc.date.available2024-01-23T04:25:06Z
dc.date.issued2024-01-23
dc.identifier.urihttps://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/10034
dc.description.abstractKorupsi merupakan kejahatan luar biasa karena seringkali melibatkan orang yang memiliki jabatan atau wewenang seperti pejabat publik atau penyelenggara Negara. Pejabat publik ini dipilih melalui pemilu dan pilkada, namun menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Untuk menanggulangi hal tersebut, hakim diperbolehkan menjatuhkan pidana tambahan terhadap pejabat publik yang korupsi yaitu dicabut hak politiknya selama waktu tertentu. Hak politik yang dicabut adalah hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Salah satu perbuatan korupsi yang sering terjadi adalah gratifikasi, yaitu pejabat publik menerima hadiah yang bertentangan dengan kewajibannya. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Penjatuhan Sanksi Pidana Tambahan Pencabutan Hak Politik Terhadap Narapidana Korupsi Dihubungkan Dengan Tujuan Pemidanaan Indonesia(Studi Putusan No 12/Pid.Sus-Tpk/2022/Pn.Mdn). Adapun metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode yuridis normatif dengan cara studi kepustakaan. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Berdasarkan pembahasan skripsi ini ditemukan hasil bahwa penjatuhan sanksi pidana tambahan pencabutan hak politik terhadap narapidana korupsi bertujuan untuk memberikan efek jera (represif) agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya kembali, selain itu bertujuan untuk menakut-nakuti (preventif) pejabat publik yang menjabat agar mengurungkan niat untuk melakukan korupsi. Adapun dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik dalam Putusan No 12/Pid.Sus-Tpk/2022/Pn.Mdn, adalah adanya fakta hukum yang menyatakan terdakwa M. Syahrial merupakan walikota yang dipilih melalui pilkada. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Tipikor dan Pasal 35 KUHP, maka terdakwa dapat dicabut hak politiknya.en_US
dc.subjectPencabutan Hak Politik,en_US
dc.subjectNarapidana Korupsi,en_US
dc.subjectTujuan Pemidanaanen_US
dc.titlePENJATUHAN SANKSI PIDANA TAMBAHAN PENCABUTAN HAK POLITIK TERHADAP NARAPIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN PEMIDANAAN INDONESIAen_US
dc.title.alternative(Studi Putusan No 12/Pid.Sus-TPK/2022/Pn.Mdn)en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record